Jumat, 17 Januari 2014

laporan kimia bab termokimia

BAB I. PENDAHULUAN


1.1 LatarBelakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai atau menemukan pristiwa pemanasan air atau yang sering kita lakukan yaitu memasak air. Dimana suhu awalnya berbeda dengan suhu pada saat dimasak, setelah pemanas atau kompor dimatikan maka perlahan-lahan air tersebut akan kembali kesuhu awalnya, dan pasti memerlukan waktu yang cukup lama. Pengertian dari termokimia adalah ilmu kimia yang merupakan bagian dari termodinamika yang mempelajari perubahan-perubahan panas yang mengikuti reaksi-reaksi kimia. Reaksi yang terjadi pada termokimia ada dua jenis reaksi yaitu reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem. Jika kita melakukan reaksi kimia, ada dua kemungkinan, menghasilkan panas atau sebaliknya, membutuhkan panas. Hal ini bergantung pada system dan lingkungannya. Ada system tertutup dan ada system terbuka. Sistem dan lingkungan ini saling berinteraksi satu sama lainnya.
Pada saat kita membicarakan termokimia, maka kita akan mengenal entalpi. Perubahan entalpi adalah besarnya perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia pada tekanan tetap. Ada lima entalpi yaitu: entalpi pembentukkan, entalpi penguraian, entalpi pembakaran, entalpi netralisasi dan entalpi reaksi.Pada termokimia terdapat fenomena energi, yaitu hukum kekekalan energi yang yang berbunyi energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat juga dimusnahkan. Sehingga energi diseluruh alam semesta ini, akan tetap kekal akan tetapi yang mengalami perubahan hanya bentuknya saja.Banyak sekali penerapan termokimia pada kehidupan sehari-hari dan dilingkungan kita, maka praktikum bab termokimia ini sangat penting dilakukan oleh paramahasiswa agar dapat lebih memahami apa itu yang dimaksud dengan termokia. Baik memahami secara teori maupun secara praktek.

1.2 Tujuan
Mengukur kalor reaksi dengan alat yang sederhana.
Menghitung kalor pelarut secara langsung.
Mengumpulkan dan menganalisa data termokimia.














BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Termodinamika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan.Erat berkaitan dengan termodinamika kimia adalah termokimia, yang menangani pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan pembentukkan larutan.Dua metode termokimia eksperimen yang paling biasa disebut kalorimetri pembakaran dan kalorimetri reaksi.Dalam metode pertama, suatu unsur atau senyawa dibakar, biasanya dalam oksigen, dan energi atau kalor yang dibebaskan dalam reaksi itu diukur. Kalorimetri reaksi merujuk pada perubahan reaksi sesuai apa saja secara reaksi pembakaran. Metode terakhir ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik dan larutan-larutannya.Seperti direaksikan untuk senyawa organik, kalorimetri pembakaran mencakup pemutusan lengkap kerangka karbon, bila senyawaan itu terbakar dalam oksigen. Metode pembakaran mempunyai penerapan yang sesuai dengan senyawa organik yang kurang reaktif terhadap reagensia selain oksigen dan yang mengahasilkan lebih dari satu produk organik dengan regensia lain. kalorimetri reaksi dapat digunakan dengan senyawa yang mudah bereaksi dengan cukup cepat pada endapan sedang tanpa pertukaran produk samping yang tak diinginkan.Banyaknya kalor yang dibebaskan atau diserap diperoleh dengan menaruh suatu intesitas yang ditimbang dari pereaksi-pereaksi dalam wadah, membiarkan reaksi bergabung, dan kemudian mencatat perubahan temperatur dalam air disekitarnya. Dari beberapa bahan-bahan yang (e.g: reaksi, kalorimeter), perubahan temperaturnya, kapisitas panas mereka, maka banyaknya perubahan kalor selama reaksi dapat dihitung, (Keenan, 1984).
Untuk menganalisis perubahan energi yang berkaitan dengan reaksi kimia kita pertama-tama harus mendefinisikan sistem atau bagian tertentu dari alam yang menjadi perhatian kita. Untuk kimiawan, sistem biasanya menyangkut zat-zat yang terlibat dalam perubahan kimia dan fisika. Sisa alam diluar sistem disebut lingkungan.Terdapat tiga jenis sistem. Sistem terbuka (open system) dapat mempertukarkan massa dan energi (biasanya dalam bentuk kalor) dengan lingkungannya. Sebagai contoh, sistem terbuka dapat terdiri dari sejumlah airdalam wadah terbuka. Jika kita tutup botol tersebut sedemikian rupa sehngga tidak ada uap air yang dapat lepas dari atau mengembun ke wadah maka kita menciptakan sistem tertutup (closed system) yang memungkinkan perpindahan energi (kalor) tetapi bukan massanya. Dengan menempatkan air dalam wadah yang disekat seluruhnya, maka kita membuat sistem terisolasi (isolated system) yang tidak memungkinkan perpindahan massa maupun energi.
Pembakaran gas asetilena (C2H2) dalam oksigen adalah salah satu dari banyak reaksi kimia yang sudah dikenal yang melepaskan energi yang cukup besar.
2C2H2(g) + 5O2 (g) 4CO2(g) + 2H2O(l) + energi
Pada kasus ini kita menyebut campuran reaksi (asetilena, oksigen, karbon dioksida, dan air) sebagai sistem dan alam sisanya sebagai lingkungan. Karena energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan ( hukum termodinamika), setiap energi yang hilang dari sistem harus diterima oleh lingkungannya. Jadi kalor yang dihasilkan oleh proses pembakaran dipindahkan dari sistem ke lingkungannya. Setiap proses yang melepaskan kalor ( yaitu perpindahan energi termal ke lingkungan ) disebut proses eksotermik (exothermic process) ( ekso adalah awalan yang berarti keluar).Sekarang perhatikan reaksi lain, penguraian merkuri (II) oksida (HgO) pada suhu tinggi:
Energi + 2HgO(s) 2Hg(l) + O2(g)
Ini merupakan contoh proses endotermik (endothermic process) (endo adalah awalanyang berarti kedalam), dimana kalor harus disalurkan ke sistem.Kita dapat menyimpulkan bahwa dalam reaksi eksotermik energi total produk lebih kecil dari pada energi total reaktan. Perbedaan dalam energi tersebut adalah kalor yang disalurkan oleh sistem kelingkungan. Yang sebaliknya terjadi pada reaksi endotermik. Disini, perbedaan antara energi produk dan reaktan sama dengan kalor yang disalurkan ke sistem oleh lingkungan, (Chang, 2004).
Hampir semua reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepaskan energi), semuanya dalam bentuk kalor. Penting bagi kita untu memahami perbedaan antara energi termal dan kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Kita sering mengatakn “aliran kalor” dari benda panas ke benda dingin. Walaupun kalor itu sendiri mengandung arti perpindahan energi, kita biasanya menyebut “kalor serap” atau “kalor dibebaskan” ketika menggambarkan perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut. Ilmu yang mempelajari perubahan kalor yang mnyertai reaksi kimia disebut termokimia, (Chang, 2004).
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah  dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena  du = dqv  dapat dituliskan  dv = Cv dT  pada volume tetap dan menyatakan  Cv = du/dT  dengan volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang berubah. Notasi d digantikan dengan  dalam variabel yang dibuat tetap ditambahkan subskrip, (Atkins, 1994).
b.    Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah  dq D =  Cp dT  dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena   dqp = dH, (Atkins, 1994)
B. Hukum Hess
Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi.” Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masing-masing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan, (Atkins, 1994).
Ada beberapa entalpi atau panas yang berkaitan dengan proses di dalam larutan. Definisi dari panas ini juga sebagai dasar pada perubahan entalpi ketika satu mol zat yang mengalami proses.
Entalpi larutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan satu mol zat dalam jumlah tertentu pelarut. Harga entalpi ini berubah dengan perubahan jumlah pelarut, oleh karena itu kosentrasinya harus dikondisikan. Sebagai contoh :
HCl(g) + 100H2O(l) HCl(100H2O(l)) ∆H = – 166 kJ
Entalpi penetralan adalah perubahan entalpi ketika satu mol suatu asam atau basa yang beraksi dengan asam atau basa dengan jumlah yang ekuivalen untuk menghasilkan garam dan air. Asam kuat dan basa kuat, beraksi membentuk garam yang dapat larut dan terionisasi sempurna. Panas yang dilepaskan per mol dari pembentukkan air pada reaksi asam dan basa tersebut selalu sama. Dengan demikian untuk menuliskan reaksi penetralan biasa ditulis dalam bentuk reaksi pembentukkan dari ion-ionnya.
H+ (aq) + OH-(aq)H2O(l) ∆H = – 55,8 kJ
Ketika netralisasi yang melibatkan asam lemah atau basa lemah, perubahan energi akan melibatkan sumbangan dari disosiasi molekul.
Entalpi ionisasi adalah perubahan entalpi ketika satu mol dari suatu senyawa di dalam larutan terdisosiasi menjadi ion-ionnya. Misalnya :
CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+ (aq)
Perhitungan yang melibatkan panas raksi didasarkan pada tiga prinsip yang fundamental.
Jumlah panas yang dihasilkan adalah berbanding lurus terhadap jumlah material yang bereaksi.
Jumlh panas yang diperlukan oleh reaksi sebaliknya adalah sama dengan jumlah panas yang dilepaskan ketika reaksi sebelum dibalik (dengan tanda yang berlawanan). Karena entalpi adalah fungsi keadaan, maka total perubahan panas harus sama dengan nol dalam reaksi siklus.
Jika diberikan perubahan kimia yang melibatkan reaksi tersebut dijadikan satu tahap adalah sama dengan jumlah reaksi dari beberapa tahap. Peristiwa ini disebut dengan Hukum Hess (ditemukan oleh Hess tahun 1840). Karena entalpi merupakan fungsi keadaan, harga ∆H untuk perubahan tidak tergantung pada jalannya reaksi.
Manfaat dari ketiga prinsip ini adalah bahwa panas reaksi mungkin dapat diperhitungkan untuk reaksi yang sulit , berbahaya atau tidaknya untuk dilakukan di laboratorium.Kebanyakan reaksi kimia dikierjakn pada tekanan tetap, maka pada perhitungan ini hanya doiperhatikan entalpi reaksi DH.
Hukum Hess digunakan untuk menghitung reaksi yang tidak dapat dilakukan dengan eksperimen, misalnya reaksi :
C (s) + O2(g) CO(g)
C (s) + 2 H2 + O2 (g) CH3COOH (l)
Menurut Hess entalpi reaksi hanya bergantung pada keadaan awl dan akhir, tidak bergantung pada jalannya reaksi.
CO (s) + O2(g) CO2
∆H2
∆H1 ∆H3
C (s) + O2(g)
Berdasarkan arah panah :∆H3 = ∆H1 + ∆H2
Perubahan entalpi dipengaruhi oleh temperatur, kosentrasi atau keadaan sifat fisik dari raktan. Entalpi pembentukkan molar standar dari suatu zat adalah perubahan entalpi reaksi dimana satu mol zat tersebut dihasilkan dari unsur-unsurnya, dimana kondisi pengukuran produk dan reaktan dilakukan pada kondisi standar.Keadaan stanadar dari suatu zat adalah keadaan sifat fisik yaitu distabilkan pada tekanan 1 atm, ditandai dengan derajat superskrip (H°). Temperatur dikondisikan pada 298,15 K.Dimana jumlah, H adalah entalpi aktual dari zat dan n adalah jumlah mol zat. Untuk reaksi pembentukkan produk dan reaktan pada kondisi standar. Kita dapat menghitung harga entalpi relatif terhadap batasan referensi untuk setiap senyawanya. Referensi menetapkan bahwa entalpi unsur pada keadaan standar pada 298,15 K sama dengan nol. Persamaan menjadi :
∆H°f = H° (senyawa), (Rusman, 2009).




BAB III. METODOLOGI
3.1 AlatdanBahan
Alat yang digunakan : Bahan yang digunakan :
1. Kalorimeter 1. NaOH/ kapur
2. Gelas ukur 2. NH4OH
3. Termometer 3. Aquades
4. Pemanas Air/kompor
5. Stop watch
6. Batang pengaduk
7. Gelas piala

3.2 Cara Kerja
A. Menentukan Tetap Kalori
Mengambil 40 mL aquades dengan gelas ukur.
Menuangkan kedalam calorimeter.
Menutup kalorimeter yang sudah dilengkapi dengan thermometer dan alat pengaduk. Catat suhu (Td).
Mengambil lagi 40 mL aquades dengan gelas ukur.
Menuangkan kedalam gelas piala kering dan memanaskan sampai suhu 60- 70°C.
Mengukur suhu panas dengan tepat (Tp) dengan termometer.
Dengan hati-hati dan cepat, memindahkan cairan no 6 kedalam calorimeter (no 3) dan menutup kembali. Catat suhu setiap 30 detik sambil diaduk.
Suhu larutan akan mencapai suhu maksimum, lalu perlahan-lahan menurun. Bila mulai menurun catatlah suhu setiap 1 menit sampai tidak ada lagi perubahan suhu.
B. Menentukan ∆H
Untuk melakukan percobaan ini anda dapa tmenggunakan NaOH dan NH4NO3/urea.
Mengeringkan calorimeter.
Mengambil 35 mL aquades dengan gelas ukur dan memasukkan kedalam calorimeter,mengukur suhu dengan thermometer, catat (suhu awal).
Menimbang 5 gram NaOH/kapuratau NH4OH3/urea lalu memasukkan kedalam calorimeter sambil diaduk,catat perubahan suhu setiap 30 detik sampai tidak ada perubahan suhu lagi (suhu tertinggi atau terendah = suhu akhir).
Mengulangi percobaan ini dengan bahan yang lain.
Menghitung kalor pelarut untuk +- 5 gram dan untuk 1 molzat.









BAB IV. HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
A. Penentuan Tetapan Kalorimeter
PENGAMATAN ULANGAN RATA-RATA
I II
Suhu aquades panas °C 65°C 60°C 62,5°C
Suhu aquades dingin °C 29°C 31°C 30°C
Suhu campuran °C 42°C 39°C 40,5°C

B. Pengamatan Pelarutan NaOH
Waktu (detik) Suhu (°C) Waktu (menit) Suhu (°C)
30 detik 43°C 3,5 menit 93°C
1 menit 50°C 4 menit 96°C
1,5 menit 55°C
2 menit 57°C
2,5 menit 61°C
3 menit 70°C

4.2 Perhitungan
Tetapan kalorimeter
C mp (Tp-Tm) = C mp (Tm-Td) + W (Tm-Td)  
4,184 x 40 (62,5-40,5) = 4,184 x 40 (40,5-30) + W (40,5-30)
        3681,92  = 1757,28 + 10,5 W
W= (3681,92-1757,28) : 10,5
W = 183,29
W= 183,3 J/goC    
Pelarutan NaOH
                Qlepas = - Qterima
m c (TNaOH-Tc) = - m c (Tc-Tair)+w (Tc-Tair)
Untuk 0,5 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(43-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-265 c = -21762,84
C = 82,12 J/g.oC
b. Untuk 1 menit
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(50-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-230 c = -21762,84
C = 94,62 J/g.oC
c. Untuk 1,5 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(55-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-205 c = -21762,84
C = 106,16 J/g.oC
d. Untuk 2 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(57-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-195 c = -21762,84
C = 111,6 J/g.oC
e. Untuk 2,5 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(61-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-175 c = -21762,84
C = 124,3 J/g.oC
f. Untuk 3 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(70-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-130 c = -21762,84
C = 167,4 J/g.oC
g. Untuk 3,5 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(93-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
-15 c = -21762,84
C = 1450,8 J/g.oC
h. Untuk 4 menit :
m.c(TNaOH-Tc) = -m.c (Tc-Tair)+ w (Tc-Tair)
5.c(96-96) = -35.4,184(96-30)+183,3(96-30)
- 0 c = -21762,84
       = 0

Kalor larutan untuk 1 mol zat :
Mr NaOH = 44
∆H NaOH = Q NaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
                  = -21762,84 x 40/5
                  = (-21762,84)/8
           ∆H = -2720, 355 J








BAB V. PEMBAHASAN

 Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang mempelajari tentang perubahan-perubahan panas yang mengikuti suatu reaksi kimia. Termokimia merupakan cabang kimia yang berhubungan dengan hubungan timbal balik panas dengan reaksi kimia. Secara umum, termokimia ialah penerapan termodinamika untuk kimia yang merupakan sinonim dari termodinamika kimia.Tujuan  termokimia adalah untuk mengukur kalor reaksi, menghitung kalor pelarut dan mengumpulkan dan menganalisa data termokimia. Dengan cara ini, termokimia digunakan untuk memperkirakan perubahan energi pada reaksi kimia, perubahan fase dan pembentukan larutan.
Langkah awal percobaan yakni kita akan menetukan ketetapan calorimeter. Mengambil air sebanyak 40 mL lalu menuangkan kedalam kaolrimeter. Mengambil lagi air sebanyak 40 mL kemudian dipanaskan menggunakan pemanas atau kompor, sampai suhu 60°-70°C.Campurkan air yang dipanaskan tersebut dengan air yang didalam kalorimeter catat berapa suhu campuran kedua cairan tersebut. Setelah mendapatkan suhu campuran, diaduk-aduk dan setiap 30 detik hitung berapa suhunya, lakukan perhitungan ini sampai suhu campuran  ini konstan atau tidak mengalami penurunan suhu lagi.
Pada praktikum penentuan ketetapan calorimeter yang dilakukan dua kali pengulangan dan didapatkan hasil. Untuk percobaan pertama suhu awal aquades 29° C suhu setelah di panaskan menggunakan kompor atau pemanas naik menjadi 65° C. Suhu campuran ketika kedua cairan tersebut disatukan dengan suhu yang berbeda ternyata terjadi perubahan suhu sebesar 42° C. Suhu awal air mengalami peningkatan dari suhu rendah menjadi suhu tinggi, sedangkan suhu aquades mengalami penurunan dari suhu 65° menjadi 42°. Ini menandakan bahwa zat cair tersebut mengalami kalor yang mana kalor itu adalah perpindahan suhu sebagai akibat dari perbedaan suhu, sehingga membuat suhu awala quads meningkat sebagai akibat dari menerima panas dari kalor aquades yang dipanaskan begitu pula sebaliknya suhu aquades mengalami penurunan sebagai akibat dari suhu aquades lebih rendah dari suhu yang dipanaskan. Ternyata kedua zat cair yang mempunyai suhu yang berbeda apa bila dicampurkan menjadi satu maka zat cair tersebut akan mengalami persamaan sahu yang satu zat mengalami peningkatan sedangkan yang satu zat lagi mengalami penurunan suhu.

















BAB VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kalor reaksi dapat diukur dengan menggunkan alat yang sederhana yakni kalorimeter denganr umus sebgai berikut :
Q lepas = Q terima
m1.c1(t1-ta) = m2.c2(ta-t2)
Untuk mengukur kalor pelarut kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut
Q x + Q air = 0
Q x = - Qair
Q x = -(m aquades x C aquades x ∆t) + (W x ∆t)
Sehingga untuk pelarut 1 mol :
∆H x = Qx x mr/gram
Setelah data percobaan dianalisa ternyata untuk hasil tetapan kalorimeter suhu air pada saat dicampur suhu campuran tersebut akan menurun, sedangkan untuk pengamatan NaOH ini suhunya mengalami penaikan mengapa demikian karena NaOH ini bersifat panas sehingga suhunya akan meningkat. Untuk data tetapan kalorimeter didapatkan data rata-rat : 62,5°C, 30°C, 40,5°C. Sedangkan untuk pengamatan larutan NaOH didapatkan data 43°C, 50°C, 55°C, 57°C, 61°C, 70°C,93°C, 96°C.
Dari analisa data tersebut, didapatkan hasil :
W = 183,3 J/goC,  QNaOH = -21762,84 J/goC, dan ∆HNaOH = -2720,355 J.





6.2 Saran
Kepada seluruh praktikan hendaknya melakukan praktikum dengan tertib agar mendapatkan hasil yang benar dan tepat.
Kepada praktikan agar berhati-hati dalam memasukan atau mencampurkan suatu zat usahakan jangan sampai ada yang mengenai kulit karena suhu zat cair yang kita panaskan dapat menyebabkan kulit kita sakit.
Sebaikya praktikan datang pada tepat waktu agar dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin.














BAB VII. JAWABAN DAN PERTANYAAN

Untuk melarutkan NaOH dalam prosedur kerja menentukan ∆H jika seandainya kalor yang diterima calorimeter adalah nol?
Apa pengaruh terhadap ∆H pelarut, bila aquadses diganti dengan pelarut lain seperti HCL?
Simpulkan harga ∆H pelarut NaOH bila jumlah NaOH ditambah atau dikurangi dari 5 gram?

Diketahui : m aquades = 40 gram, C aquades =4,184 J/g.0C, ∆t = (930C-240C = 690C),
 W = 183,3 J/g.0C, gram NaOH = 5 gram dan Mr NaOH = 40 g/mol
Q kalorimeter = 0  → Q NaOH+ Qaquades= 0
Q NaOH  = - ( maquades x Caquades x ∆t ) + ( W x ∆t )
            = - ( 40 gram  x ( 4,184 J/g.0C x 690C ) + (183,3 J/g.0C x 690C)
            = - 11547,84 + 12627
                =  1079,16joule
     ∆HNaOH =QNaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
= 1079,16 joule x (40 )/(5 )      
                = 8633,28 J.
Apabila aquades diganti dengan pelarut yang lain, maka akan terjadi perubahan terhadap nilai∆H, misalnya apabila diganti dengan HCl, maka pada termometer tidak akan terjadi penurunansuhu, karena massa jenis HCl lebih besar dan merupakan larutan yang dan akan diperlukan waktu yang relative lebih lama untuk mencapai perubahan / penurunan suhu, sehingga akan menyebabakan nilai ∆H akan semakin kecil.  
Misal ditambah 1 gram
∆HNaOH =QNaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
= 1079,16 joule x (40 )/(5+1 )      
             = 7194,4 J.    
Misal dikurangi 1 gram
∆HNaOH =QNaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
= 1079,16 joule x (40 )/(5-1)      
            = 10791,6 J.
Jadi, apabila jumlah pelarut NaOH ditambah maka∆H pelarutan NaOh akan semakin kecil, dan berlaku sebaliknya, apabila jumlah pelarut NaOH dikurangi maka ∆H pelarutan NaOH akan menjadi semakin besar. Hal ini disebabakan bahwa ∆H pelarutan berbanding terbalik dengan massa pelarutnya.





BAB VIII. DAFTAR PUSTAKA

 Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Jakarta: Erlangga.
Chang, R. 1995. Chemistry. USA : Random House.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
http://hikma.polban.wordpress.com/kimia-anorganik/bab-termokimia.html.m=1
Keenan, A.Pujaatmaja, Hadyana. 1992.Kimia Untuk Universitas Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Rusman. 2009. Kimia Fisika.  Banda Aceh : Syiah Kuala University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar